Liturgical Calendar

KHOTBAH PAUS FRANSISKUS DALAM PERAYAAN TOBAT 24 JAM BAGI TUHAN DI BASILIKA SANTO PETRUS - VATIKAN 4 Maret 2016 : ALLAH TIDAK MENCIPTAKAN KITA TETAP DIHANCURKAN OLEH DOSA

Sebagai bagian dari perayaan lanjutan selama Tahun Yubileum Kerahiman, pada hari Jumat sore 4 Maret 2016 diadakan "Perayaan Tobat" yang dipimpin oleh Paus Fransiskus. Kegiatan tersebut diadakan dalam rangka kegiatan tahunan "24 Jam Bagi Tuhan", yang berlangsung setiap tahun pada hari Jumat dan Sabtu keempat dalam Masa Prapaskah di Basilika Santo Petrus, Vatikan.

Sebagai sebuah prakarsa seluruh dunia yang dipimpin oleh Paus Fransiskus, kegiatan tersebut mengarah pada pengakuan dosa sebagai jalan utama untuk mengalami pelukan Allah yang penuh kerahiman. Kegiatan ini diluncurkan pada tahun 2014 di bawah naungan Dewan Kepausan untuk Promosi Evangelisasi Baru.

Para kardinal, para uskup, para imam dan para pelaku hidup bakti diundang oleh Vatikan untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut dengan berkumpul di sekitar Altar Pengakuan di dalam Basilika Santo Petrus.

Sebagai bagian dari pelayanan tobat, Paus Fransiskus pergi ke ke kamar pengakuan untuk mengaku dosa sebelum beliau memberikan pelayanan sakramen tobat kepada sejumlah orang.

Mengikuti pelayanan di Vatikan, Gereja-gereja di seluruh Roma akan tetap terbuka selama 24 jam untuk memberikan kepada para peziarah kesempatan mengaku dosa dan ambil bagian dalam Adorasi Ekaristi.

Berikut adalah khotbah Paus Fransiskus dalam perayaan tobat tersebut.

**********

"Supaya aku dapat melihat" (Mrk 10:51). Inilah apa yang kita mohonkan dari Tuhan hari ini. Melihat lagi, karena dosa-dosa kita telah membuat kita melupakan semua yang baik, dan telah merampok kita dari keindahan panggilan kita, malahan menuntun kita menjauh dari akhir perjalanan kita.

Perikop Injil ini memiliki nilai simbolis yang besar bagi kehidupan kita, karena kita semua menemukan diri kita dalam situasi yang sama seperti Bartimeus. Kebutaannya menuntunnya kepada kemiskinan dan hidup di pinggiran kota, tergantung pada orang lain untuk segala sesuatu yang ia butuhkan. Dosa juga memiliki pengaruh ini : ia memiskinkan dan mengasingkan kita. Ia adalah sebuah kebutaan akan roh, yang mencegah kita dari melihat apa yang paling penting, dari mengarahkan pandangan kita pada kasih yang memberi kita kehidupan. Kebutaan ini menuntun kita sedikit demi sedikit untuk memikirkan apa yang dangkal, sampai kita acuh tak acuh terhadap orang lain dan terhadap apa yang baik. Berapa banyak godaan memiliki kekuatan untuk mengaburkan penglihatan hati dan membuatnya rabun! Betapa mudah dan sesatnya mempercayai bahwa kehidupan tergantung pada apa yang kita miliki, pada keberhasilan kita dan pada persetujuan yang kita terima; mempercayai bahwa perekonomian hanya untuk keuntungan dan konsumsi; bahwa keinginan pribadi lebih penting daripada tanggung jawab sosial! Ketika kita hanya melihat kepada diri kita sendiri, kita menjadi buta, tak bernyawa dan egois, tanpa sukacita dan kebebasan sejati.

Tetapi Yesus sedang melintas; Ia sedang melintas, dan Ia singgah : Injil mengatakan bahwa "Ia berhenti" (ayat 49). Hati kita terpacu, karena kita menyadari Sang Terang sedang menatap kita, Terang itu yang dengan ramah mengundang kita untuk keluar dari kebutaan kita yang kelam. Kedekatan Yesus terhadap kita membuat kita melihat bahwa ketika kita jauh dari-Nya ada sesuatu yang penting yang sedang hilang dari kehidupan kita. Kehadiran-Nya membuat kita merasa membutuhkan keselamatan, dan ini dimulai dengan penyembuhan hati kita. Kemudian, ketika keinginan kita untuk disembuhkan menjadi lebih berani, ia mengarah kepada doa, kepada jeritan dengan kuat dan terus menerus kepada pertolongan, seperti yang dilakukan Bartimeus : "Yesus, Putra Daud, kasihanilah aku!" (ayat 47).

Sayangnya, seperti "banyak orang" dalam Injil, selalu ada seseorang yang tidak ingin berhenti, yang tidak ingin diganggu oleh tangisan kesakitan orang lain, lebih memilih untuk membungkam dan menegur orang yang membutuhkan tersebut yang merupakan sebuah gangguan semata (bdk. ayat 48). Ada godaan untuk berjalan terus seolah-olah tidak ada sesuatu, tetapi kemudian kita akan tetap jauh dari Tuhan dan kita juga akan menjauhkan orang lain dari Yesus. Semoga kita menyadari bahwa kita semua sedang meminta-minta kasih Allah, dan tidak membiarkan diri kita melewatkan Tuhan ketika Ia melintas. "Timeo transeuntum Dominum" (Santo Agustinus). Marilah kita menyuarakan keinginan kita yang paling sejati : "[Yesus], supaya aku dapat melihatt!" (ayat 51). Yubileum Kerahiman ini adalah waktu yang menguntungkan untuk menyambut kehadiran Allah, untuk mengalami kasih-Nya dan untuk kembali kepada-Nya dengan segenap hati kita. Seperti Bartimeus, marilah kita menanggalkan jubah kita dan bangkit berdiri (bdk. ayat 50) : yaitu, marilah kita menyingkirkan semua yang mencegah kita dari berpacu ke arah-Nya, tidak takut meninggalkan hal-hal yang membuat kita merasa aman tersebut dan yang kepadanya kita melekat. Janganlah kita tetap duduk diam, tetapi marilah kita bangun dan kembali menemukan nilai rohani kita, martabat kita sebagai putra dan putri yang dikasihi yang berdiri di hadapan Tuhan sehingga kita dapat dilihat oleh-Nya, diampuni dan diciptakan kembali.

Hari ini lebih dari sebelumnya, kita para gembala secara khusus dipanggil untuk mendengarkan jeritan, mungkin tersembunyi, dari semua orang yang ingin berjumpa Tuhan. Kita perlu memeriksa kembali perilaku umat kita ini yang kadang-kadang tidak membantu orang lain untuk mendekat kepada Yesus; jadwal-jadwal dan program-program yang tidak memenuhi kebutuhan nyata orang-orang yang sudi mendekati bilik pengakuan dosa; peraturan-peraturan manusiawi, jika mereka lebih penting daripada keinginan untuk pengampunan; kekakuan kita sendiri yang dapat menyingkirkan orang lain dari kelembutan Allah. Tentunya kita tidak harus mempermudah tuntutan-tuntutan Injil, tetapi kita tidak bisa mengambil resiko menjadikan frustrasi keinginan orang berdosa untuk berdamai dengan Bapa. Karena apa yang dinanti Bapa lebih dari apa pun adalah putra dan putri-Nya pulang ke rumah (bdk. Luk 15:20-32).

Semoga kata-kata kita menjadi kata-kata dari murid-murid yang, menggemakan Yesus, berkata kepada Bartimeus : "Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau" (Mrk 10:49). Kita telah diutus untuk mengilhami keberanian, untuk mendukung dan menuntun orang lain kepada Yesus. Pelayanan kita adalah pelayanan mengiringi, sehingga perjumpaan dengan Tuhan boleh menjadi bersifat pribadi dan intim, serta hati dapat membuka dirinya kepada Sang Juruselamat dalam kejujuran dan tanpa rasa takut. Semoga kita tidak lupa : Allah sendirilah yang berkarya di dalam setiap orang. Dalam Injil Ialah yang berhenti dan berbicara kepada orang buta; Ialah yang memerintahkan orang itu untuk dibawa kepada-Nya, dan yang mendengarkan dia dan menyembuhkan dia. Kita telah dipilih untuk membangkitkan keinginan terhadap pertobatan, untuk menjadi alat yang memfasilitasi perjumpaan ini, untuk mengulurkan tangan kita dan untuk memberikan absolusi, sehingga membuat kerahiman-Nya terlihat dan efektif.

Penutup cerita Injil adalah penting : Bartimeus "pada saat itu juga melihatlah, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya" (ayat 52). Ketika kita mendekat kepada Yesus, kita juga melihat sekali lagi terang yang memungkinkan kita untuk melihat ke masa depan dengan keyakinan. Kita menemukan lagi kekuatan dan keberanian untuk berangkat pada jalan tersebut. "Barangsiapa yang percaya, melihat" (Lumen Fidei, 1) dan mereka berjalan terus dalam harapan, karena mereka tahu bahwa Tuhan hadir, bahwa Ia sedang menopang dan membimbing mereka. Marilah kita mengikuti Dia, sebagai murid-murid yang setia, sehingga kita bisa menuntun semua orang yang kita jumpai mengalami sukacita kasih-Nya yang penuh kerahiman.