Liturgical Calendar

BAGAIMANA MARIA DAPAT MENJADI BUNDA ALLAH?



Bagaimana Maria Dapat Menjadi Bunda Allah?* 
(Oleh : Tim Staples**)

Kebanyakan jemaat-jemaat Protestanyang lebih tradisional, mempercayai Bunda Maria adalah Theotokos (Yunani : “pembawa Allah”) atau Bunda Allah. Jika Yesus Kristus sungguh Allah, maka Maria sungguh Bunda Allah. Tetapi jutaan umat lain dalam jemaat-jemaat Fundamentalis dan Evangelis tidak sudi mengikuti orang-orang Katolik dalam merayakan Hari Raya Maria Bunda Allah.
Keberatan atas dogma iman yang agung ini pada dasarnya ada tiga. Keberatan pertama menyatakan kejelasan. Tidak dijumpai di mana pun dalam Kitab Suci kata-kata “Bunda Allah” yang digunakan untuk menggambarkan Maria. “ Jika ajaran ini sama pentingnya sebagaimana diklaim Katolik Roma, tidakkah seharusnya ada sekurang-kurangannya satu dari para pengarang yang terilhami telah menggunakannya?” Keberatan kedua berakar dalam Luk 1:43 – suatu teks yang digunakan oleh orang-orang Katolik untuk menunjukkan dasar biblis untuk Theotokos – yang di dalamnya Elisabet “berseru [kepada Maria] dengan suara nyaring, ‘Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu! Siapakah aku ini sampai Ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?’”. Kaum fundamentalis menunjukkan teks ini tidak menyebut Maria Bunda Allah, tetapi Ibu Tuhanku. Perjanjian Baru mengunakan istilah “tu(h)an” (Yunani : kurios) kadang-kadang dalam konteks keilahian, tetapi juga menggunakannya dengan kepada pribadi-pribadi manusia dalam berbagai konteks. Perikop dalam Lukas, disangkal, tidak mengacu kepada keilahian Kristus, tetapi kepada kemanusiaan-Nya. Dan akhirnya, keberatan ketiga, kaum Protestan menunjukkan bahwa tidak mungkin bagi Allah untuk memiliki seorang Ibu. “Allah adalah Tritunggal. Jika Maria adalah Bunda Allah, ia adalah bunda Tritunggal. Karena itu, Tritunggal tidak lagi menjadi Tritunggal, tetapi akan menjadi Caturtunggal!”

Keberatan 1: Di Manakah Hal Itu dalam Kitab Suci?
Mengatakan Maria tidak dapat menjadi Bunda Allah karena Kitab Suci tidak menggunakan kata-kata itu secara eksplisit menempatkan kaum Protestan dalam suatu posisi yang sangat tidak nyaman. Mereka juga akan harus menyimpulkan banyak ajaran dasariah Kristen keliru karena mereka juga tidak ditemukan secara harafiah dalam Kitab Suci. Ambil contoh, Tritunggal. Ajaran ini paling menonjol di antara seluruh ajaran Kristen – dan namun istilah “Tritunggal” tidak ditemukan dalam Kitab Suci. Tidak ada juga istilah seperti homoousios (Yunani  “kodrat yang sama”, Yesus memiliki “kodrat yang sama” seperti Bapa-Nya) atau kesatuan hypostatis. Persoalan yang mestinya ditanyakan oleh kaum Protestan adalah: Apakah konsep Maria, Bunda Allah diwahyukan kepada kita dalam Kitab Suci? Dan kita akan melihat bahwa itu ada. Jadi, keberatan pertama ini cukup mudah ditolak.

Keberatan 2: Lukas 1:43
Keberatan kedua tidak terlalu mudah untuk ditolak. Kata Yunani Kurios atau “tu(h)an” memang dapat digunakan untuk menunjuk pada keilahian, tetapi tidak mesti selalu. Dalam kenyataannya, satu contoh belakangan ditemukan dalam 1 Kor 8:5, “Sungguhpun ada apa yang disebut allah baik di surga maupun di bumi – dan memang benar ada banyak “allah” dan banyak “tuhan” ...”. Di sini istilah “tuhan” (kurios) dengan jelas digunakan tidak mengacu kepada keilahian. Lagipula, Kristus sendiri mengacu kepada “pemilik kebun anggur” dalam perumpamaan-Nya tentang penggarap-penggarap kebun anggur dalam Mat 21:33-40, sebagai kurios, “tu(h)an kebun anggur (ayat 40). Jadi, kurios dapat digunakan secara khusus berkaitan dengan pribadi manusia. Tetapi, jika kita kembali pada 1 Kor 8:5, ayat berikutnya memberi kita suatu contoh kurios yang digunakan berkaitan dengan keilahian: “Namun bagi kita hanya ada satu Allah, yaitu Bapa, yang dari-Nya berasal segala sesuatu, dan untuk Dia kita ada, dan satu Tuhan, Yesus Kristus, yang melalui-Nya segala sesuatu dijadikan dan yang karena Dia kita ada”. Perhatikan dua hal penting: Yesus disebut dua-duanya satu Tuhan dan Ia disebut pencipta segala sesuatu. Tidak ada keraguan konteks tersebut mengacu pada keilahian Tuhan kita. Setiap orang Yahudi tahu kebenaran Syema agung dari Ulangan 6:4: "Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!". Hanya ada satu Tuhan di Israel. Dan menurut 1 Korintus, Yesus adalah satu Tuhan. Selain itu, Yesus disebut pencipta segala sesuatu. Kejadian 1:1 tidak dapat membuat kelebihjelasan apapun bahwa Allah Yang Maha Esalah yang merupakan pencipta segala sesuatu. "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi". Gelar kurios yang diterapkan pada Kristus sebagai pencipta segala sesuatu dalam 1 Korintus 8: 6 jelas merupakan gelar keilahian bagi Kristus. Kontekslah yang membuat hal ini begitu jelas.
Lalu kunci dari diskusi kita adalah untuk memastikan bagaimana kurios digunakan untuk Kristus dalam Luk 1:43. Apakah itu digunakan untuk menggambarkan Yesus dalam kaitan dengan kemanusiaan-Nya saja atau dengan keilahian-Nya? Setidaknya ada dua alasan yang dapat kita ketahui dengan pasti bahwa itu mengacu pada Kristus sebagai pribadi Ilahi. Pertama, jika kita memahami sesuatu yang mendahuluinya dalam Perjanjian Lama, kesimpulan menjadi jelas. Elisabet sedang mengacu, hampir secara harafiah, pada teks dari 2 Sam 6:9 yang di dalamnya Daud berseru tentang Tabut Perjanjian dalam Perjanjian Lama, “Dan Daud menjadi takut kepada Tuhan, lalu katanya, ‘bagaimana Tabut Tuhan itu dapat sampai kepadaku?’”. Ketika Elisabet “berseru dengan suara nyaring... siapakah aku ini hingga ibu Tuhanku datang mengunjungi aku” (Luk 1:42-43), Maria dinyatakan menjadi Tabut Perjanjian dalam Perjanjian Baru. Lalu, pertanyaan bagi kita adalah : Apakah Tabut Perjanjian dalam Perjanjian Lama merupakan tabut penguasa duniawi atau apakah itu tabut Allah yang mahakuasa? Jawabannya sangat jelas. Demikian juga, Tabut Tuhan yang lebih mulia dari Perjanjian Baru bukanlah sebuah tabut seorang penguasa duniawi, ataukah ia merupakan Tabut Allah yang Mahakuasa.
Alasan kedua dan yang paling penting kita mengetahui bahwa Luk 1:43 sedang menunjuk pada Maria sebagai Bunda Allah dirangkum dalam Katekismus Gereja Katolik 495: Dalam Injil-injil Maria disebut "Bunda Yesus" (Yoh 2:1; 19:25). Oleh dorongan Roh Kudus, bahkan sebelum kelahiran Puteranya, Maria dinyatakan oleh Elisabet sebagai "Bunda Tuhanku." (Luk 1:43). la, yang dikandungnya melalui Roh Kudus sebagai manusia dan yang dengan sesungguhnya telah menjadi Puteranya menurut daging, tidak lain daripada Putera kekal Bapa, Pribadi kedua Tritunggal Mahakudus. Karena itu, Gereja mengakui bahwa Maria adalah benar-benar Bunda Allah, [Theotokos, Yang melahirkan Allah].
Maria adalah Bunda Allah, tepatnya karena Yesus Kristus, Puteranya, adalah Allah. Dan ketika Maria melahirkan, ia tidak melahirkan satu kodrat atau bahkan dua kodrat; ia melahirkan satu Pribadi Ilahi. Menyangkal kebenaran iman penting ini, sebagaimana dideklarasikan oleh Konsili Efesus (tahun 431), berarti mencabut diri sendiri dari persekutan penuh dengan Kristus dan Gereja-Nya. Satu dari banyak “kutukan” yang akan diterima oleh Konsili mendeklarasikan: “Jika seseorang tidak mengakui bahwa Allah sungguh Tuhan beserta kita, dan bahwa perkara Perawan Kudus ini adalah Bunda Allah (karena menurut daging ia melahirkan Sabda Allah yang menjadi daging oleh kelahiran), terkutuklah ia”.
Perhatikanlah Konsili mengacu pada Nubuat Yesaya 7:14 dalam definisinya. Teks ini menubuatkan lebih dari 700 tahun sebelum kelahiran Kristus bahwa Mesias harus dilahirkan dari seorang perempuan dan Ia hingga kini disebut “Allah beserta kita”.
Persoalan nyata dengan penolakan Maria sebagai Bunda Allah dan penegasan Maria hanya sebagai ibu dari manusia Yesus Kristus yaitu dalam melakukannya, orang tanpa kecuali akan  menyangkal keilahian Kristus (seperti dilakukan para pengikut Arius di abad keempat), ataupun orang menciptakan dua pribadi berkaitan dengan Yesus Kristus. Kedua kekeliruan itu berakhir dalam bidaah. Konsili Nicaea (325) dan Konstantinopel (381) berurusan secara tegas dengan bidaah Arius. Alih-alih mengajarkan kebenaran bahwa Kristus adalah satu Pribadi ilahi dengan dua kodrat – kodrat manusia dan kodrat ilahi – yang dipersatukan secara hypostatis atau bergabung bersama-sama tanpa pencampuran dalam satu pribadi ilahi Kristus, mereka mengajarkan bahwa Kristus adalah dua pribadi dengan satu kesatuan moral saja. Bapa-bapa Konsili memahami bahwa orang-orang Kristen tidak pernah dapat mengiakan hal ini. Kitab Suci mendeklarasikan kita, “...dalam Dia berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan Allah“ (Kol 2:9). Dan, “... dalam Dia segala sesuatu diciptakan, yang di surga dan di bumi, yang kelihatan dan tidak kelihatan ...” (Kol 1:16). Tidak ada di manapun kita baca dalam mereka; kita hanya membaca tentang Dia. Kekeliruan pada dasarnya mengusulkan Kristus-kristus yang berbeda. Yesus sungguh satu Pribadi ilahi. Jika orang berdoa kepada Yesus yang dua orang, orang berdoa kepada "Yesus" yang tidak ada!

Keberatan 3: "Caturtunggal"?
“Jika Allah adalah Tritunggal, dan Maria adalah Bunda Allah, akankah itu bukan berarti Maria adalah Bunda Tritunggal?”. Sesungguhnya, tidak. Paragraf 495 Katekismus Gereja Katolik sangat jelas bahwa Maria adalah Bunda Pribadi Kedua dari Trinitas Mahakudus, karena baik Bapa maupun Roh Kudus tidak menjelma. Cukup sederhana. Tetapi masalahnya di sini mungkin lebih dalam lagi daripada sekedar kebingungan atas pribadi-pribadi dalam ke-Allah-an. Dalam pengalaman saya, penjelasan sederhana ini hampir tanpa kecuali mengantar kepada pertanyaan lain yang mengungkapkan kesukaran nyata bagi banyak kaum Fundamentalis: “Bahkan jika Maria hanyalah Bunda Pribadi Kedua dari Tritunggal Mahakudus, Yesus sama kekalnya dengan dua Pribadi Ilahi lainnya. Jadi, agar menjadi Bunda-Nya, Maria akan menjadi sama kekal” Akar dari persoalan “Caturtunggal” ini adalah suatu pemahaman yang keliru mengenai apa yang dimaksud dengan keibuan sejati Maria dan mungkin suatu pemahaman yang keliru tentang apa yang dimengerti sebagai keibuan Maria yang sebenarnya dan mungkin suatu pemahaman yang salah yang dimaksud dengan keibuan pada umumnya.
Dengan mengatakan Maria adalah Bunda Allah, Gereja Katolik tidak sedang mengatakan bahwa Maria adalah sumber kodrat ilahi di antara tiga Pribadi Tritunggal yang Mahakudus, atau ia bukan juga sumber kodrat ilahi Pribadi Kedua. Tetapi ia tidak harus menjadi Bunda Pribadi Kedua yang menjelma. Mungkin suatu analogi yang menggunakan perkembangbiakan manusia biasa akan membantu memperjelas kebenaran persoalan ini. Isteri saya adalah ibu dari anak laki-laki saya, Timmy. Tetapi ini tidak berarti bahwa isteri saya adalah sumber bagi jiwa  Timmy yang tak dapat mati. Allah secara langsung dan dengan seketika menciptakan jiwanya seperti yang Ia lakukan terhadap setiap manusia (bdk. Pkh 12:7). Namun, kita tidak menyimpulkan bahwa Valery melulu “bunda tubuh Timmy”. Ia adalah Ibu Timmy, habis perkara. Ia tidak melahirkan suatu tubuh, ia melahirkan pribadi manusia yang adalah gabungan tubuh dan jiwa : Timmy.
Dengan analogi, meskipun Maria tidak mengadakan baik kodrat ilahi-Nya maupun jiwa manusiawi-Nya yang tak dapat mati, Maria tetaplah Bunda-Nya karena ia tidak melahirkan satu tubuh, satu jiwa, satu kodrat, atau bahkan dua kodrat – ia melahirkan seorang Pribadi. Dan satu Pribadi itu adalah Allah. Kesimpulan terhadap seluruh persoalan ini tak dapat dielakkan. Sama seperti banyak kaum Protestan yang lebih tradisional akan mengakui bersama kita sebagai orang-orang Katolik : Jika Yesus Kristus adalah pribadi ilahi yang satu, kekal dan tak berubah – Allah – dan Maria adalah bunda-Nya, maka Maria adalah bunda dari Pribadi yang satu, kekal dan tak berubah itu – Allah.

NB :
**Tim Staples adalah Direktur Apologetika dan Penginjilan Catholic Answers, tetapi ia bukan Katolik sejak lahir. Tim dibesarkan sebagai seorang penganut Kristen Baptis. Meskipun ia jauh dari iman pada masa kecilnya, Tim kembali kepada iman dalam Kristus pada akhir masa remaja melalui kesaksian para penginjil Kristen di televisi. Segera setelah itu, Tim bergabung dengan Korps Marinir. Selama tur empat tahunnya, ia terlibat dalam pelayanan dengan berbagai Sidang jemaat Allah. Segera setelah tur kerjanya, Tim terdaftar di Kolose Alkitab Jimmy Swaggart dan menjadi pelayan kaum muda dalam Sidang jemaat Allah. Tetapi, selama tahun terakhirnya di Marinir, Tim bertemu dengan seorang Marinir yang benar-benar memahami imannya dan menantang Tim untuk mempelajari kekatolikan dari sumber-sumber sejarah dan orang Katolik. Pertemuan itu memicu pencarian dua tahun untuk kebenaran. Tim bertekad untuk membuktikan kekatolikan salah, tetapi ia akhirnya mempelajari perjalanannya ke tempat terakhir yang ia pikir ia akan pernah berakhir : Gereja Katolik! Ia masuk Katolik pada tahun 1988 dan menghabiskan enam tahun berikut dalam jajaran untuk imamat, mendapatkan gelar dalam filsafat dari Seminari Santo Karolus Borromeus di Overbrook, Pennsylvania. Ia kemudian belajar teologi pada tingkat pascasarjana di Seminari Gunung Santa Maria di Emmitsburg, Maryland, selama dua tahun. Menyadari bahwa panggilannya bukanlah untuk imamat, Tim meninggalkan seminari pada tahun 1994 dan telah bekerja di apologetika Katolik dan penginjilan sejak itu.