Saudara-saudara dan sahabat-sahabat
terkasih dalam Tuhan,
Serikat di bawah nama Yesus telah menjalani masa-masa sulit penganiayaan.
Selama kepemimpinan Pastor Lorenzo Ricci, "musuh-musuh Gereja berhasil mendapatkan penindasan Serikat" (Yohanes Paulus II, Pesan
untuk Pastor Kolvenbach, 31 Juli 1990)
oleh pendahulu saya Klemen XIV. Hari ini,
mengenang pemulihannya, kita dipanggil untuk
memulihkan ingatan kita, memikirkan manfaat-manfaat yang diterima dan karunia-karunia tertentu (bdk. Latihan Rohani, 234). Hari ini, saya
ingin melakukannya di sini dengan
Anda.
Pada masa-masa kesengsaraan dan penderitaan,
awan-awan debu keraguan
dan penderitaan selalu
muncul dan tidak mudah untuk bergerak maju, untuk melanjutkan perjalanan. Banyak pencobaan datang, terutama dalam masa-masa sulit dan dalam krisis: berhenti mendiskusikan
ide-ide, mengizinkan diri terbawa oleh penghancuran, berfokus pada kenyataan teraniaya, dan
tidak melihat yang lain. Membaca surat Pastor Ricci, satu hal menghantam saya : kemampuannya untuk mencegah dimanfaatkan oleh pencobaan-pencobaan ini dan mengusulkan
kepada para
Yesuit, dalam
sebuah
masa kesulitan, sebuah
visi akan hal-hal yang bahkan lebih mengakarkan mereka dalam spiritualitas Serikat.
Pastor Jendral
Ricci, yang
menulis kepada para Jesuit pada
masa itu, menyaksikan awan-awan penebalan di cakrawala, memperkuat mereka dalam keanggotaan mereka dalam tubuh Serikat dan perutusannya. Di sinilah : dalam sebuah masa kekalutan dan kekacauan ia
memahami. Ia tidak
menyia-nyiakan waktu mendiskusikan
ide-ide dan mengadu, tetapi ia
mengambil tuntutan panggilan Serikat.
Dan sikap ini menuntun para
Yesuit mengalami
kematian dan kebangkitan Tuhan. Dihadapkan dengan hilangnya segala sesuatu, bahkan jatidiri publik mereka, mereka tidak menentang kehendak Allah, mereka tidak menentang konflik tersebut, berusaha menyelamatkan
diri mereka. Serikat - dan ini indah - menjalani konflik hingga akhir, tanpa
meminimalkannya. Ia menjalani penghinaan bersama dengan Kristus dihina; ia taat. Anda tidak pernah menyelamatkan diri Anda dari konflik
dengan kelicikan dan dengan
strategi perlawanan. Dalam kekalutan dan penghinaan, Serikat lebih suka menjalani pemahaman akan kehendak Allah, tanpa mencari jalan
keluar dari konflik dengan cara
yang tampaknya menenangkan.
Tidak pernah ketentraman semu
yang memenuhi hati kita, tetapi kedamaian
sejati yang adalah sebuah karunia dari Allah. Kita
seharusnya tidak
pernah mencari
"kompromi" yang mudah atau "irenisisme" praktis yang mudah diperoleh. Hanya pemahaman menyelamatkan kita dari pencabutan nyata, dari "penindasan" hati yang sesungguhnya, yang merupakan keegoisan,
keduniawian, kehilangan cakrawala kita. Harapan kita, adalah Yesus; hanya Yesus. Jadi
Pastor Ricci dan Serikat selama penindasan mengistimewakan sejarah daripada
sebuah
"hikayat pendek" yang abu-abu, mengetahui bahwa kasih
menghakimi sejarah dan bahwa
harapan -
bahkan dalam kegelapan - lebih besar dari pengharapan-pengharapan kita.
Pemahaman harus dilakukan dengan niat yang benar,
dengan mata sederhana. Karena alasan ini, Pastor Ricci datang, tepatnya dalam masa
kekalutan dan kebingungan
ini, berbicara tentang
dosa-dosa para Yesuit. Ia tidak membela
dirinya, merasa menjadi korban sejarah, tetapi ia mengakui dirinya
sebagai orang berdosa. Melihat
diri sendiri dan mengakui diri sebagai orang
berdosa menghindari berada dalam posisi mempertimbangkan diri seorang korban di hadapan
seorang algojo. Menyadari diri sebagai orang berdosa, benar-benar mengakui
diri sebagai orang berdosa, berarti menempatkan diri dalam sikap yang benar untuk menerima penghiburan.
Kita bisa secara singkat meninjau kembali
proses pemahaman dan pelayanan ini yang diperlihatkan Pastor
Jendral ini ke Serikat. Ketika dalam tahun 1759, ketetapan-ketetapan
Pombal menghancurkan provinsi-provinsi Portugis dari Serikat, Pastor
Ricci menjalani konflik, tidak mengadu dan membiarkan dirinya jatuh ke dalam penghancuran, tetapi mengajak berdoa untuk
memohonkan semangat yang baik, semangat panggilan supranatural yang
sesungguhnya, ketaatan
sempurna terhadap rahmat Allah. Ketika dalam tahun 1761, badai merambah Prancis, Pastor Jendral meminta agar semua kepercayaan ditempatkan pada Allah. Ia ingin bahwa
mereka mengambil keuntungan dari kesulitan-kesulitan demi sebuah
pemurnian batin yang lebih besar; mereka menuntun kita kepada
Allah dan dapat melayani untuk kemuliaan-Nya yang lebih besar. Kemudian, ia menganjurkan doa, kesucian hidup, kerendahan
hati dan semangat ketaatan.
Pada tahun 1760, setelah
pengusiran para
Yesuit Spanyol,
ia terus meminta doa.
Dan akhirnya, pada tanggal 21 Februari
1773, hanya enam bulan
sebelum penandatanganan Ikhtisar Dominus ac Redemptor, dengan sama
sekali kurangnya bantuan manusia,
ia melihat tangan kemurahan Allah, yang mengundang mereka, yang tunduk
kepada ujian, tidak mengungkapkan
isi hati kepada siapa pun kecuali Allah. Kepercayaan justru harus tumbuh tepat ketika keadaan melemparkan kita ke
tanah. Kepentingan Pastor Ricci yaitu Serikat, hingga ajal, adalah sungguh bagi semangat panggilannya, yang adalah
bagi kemuliaan Allah
yang lebih besar dan keselamatan jiwa-jiwa.
Serikat, bahkan dihadapkan dengan kematiannya sendiri, tetap setia pada tujuan yang karenanya ia didirikan. Untuk hal ini, Ricci mengakhiri dengan sebuah seruan untuk tetap
menghidupi semangat amal, kesatuan, ketaatan, kesabaran,
kesederhanaan injili, persahabatan sejati dengan Allah.
Segala sesuatu yang lainnya adalah
keduniawian. Nyala api kemuliaan
Allah yang lebih besar bahkan hari ini
mengalir melalui kita, membakar setiap kepuasan diri dan membungkus kita dalam sebuah nyala api, yang kita miliki dalam diri, yang memusatkan kita dan membentangkan kita, membuat kita tumbuh dan membuat kita mengecil.
Dengan cara
ini, Serikat yang
mengalami ujian pengorbanan
tertinggi secara tidak adil menanyakannya, mengambil doa
Tobit, yang dengan
jiwa dilanda kesedihan, mengeluh, menangis dan kemudian berdoa: "Engkaulah adil, ya Tuhan, semua
perbuatanMupun adil pula; semua tindakan-Mu belas kasihan dan kebenaran, dan
dunia semesta diadili oleh-Mu. Oleh sebab itu, ya Tuhan, ingatlah kepadaku,
pandangilah aku! Jangan aku Kauhukum sekedar segala dosaku dan setimpal dengan
kekhilafanku kepadaMu, atau sekedar dosa yang diperbuat nenek moyangku! Aku
telah tidak taat kepada segala perintah-Mu, maka kami Kauserahkan untuk
dirampasi, dan untuk ditawan dan dibunuh, dan untuk menjadi sindiran, tertawaan
dan orang ternista di tengah sekalian bangsa di mana kami Kaucerai-beraikan”.
Yang diakhiri dengan permohonan terpenting : Janganlah wajah-Mu Kaupalingkan
dari padaku, ya Tuhan" (Tob 3:1-4.6d).
Dan Tuhan menjawab
dengan mengutus Raphael untuk menghapus bintik-bintik putih dari mata Tobit, sehingga ia bisa kembali melihat
terang Allah. Allah penuh belas kasih, Allah
bermahkota belas kasih. Allah mengasihi kita dan menyelamatkan kita. Kadang-kadang jalan yang
menuntun kepada kehidupan sempit
dan sukar
dibaca, tetapi kesusahan,
jika dijalani dalam terang belas kasih, memurnikan kita seperti
api, ia
memberi kita banyak penghiburan dan
mengobarkan hati kita, menawan doa padanya. Saudara kita para Yesuit dalam penindasan berkobar-kobar dalam semangat dan dalam
pelayanan akan
Tuhan, bersukacita
dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, bertekun dalam doa (bdk. Rm 12:12). Dan itu memberi kehormatan
bagi
Serikat, tetapi tentu saja bukan pujian atas
jasa-jasanya. Ia akan selalu seperti ini.
Mari kita ingat sejarah
kita: Serikat "diberi rahmat bukan saja untuk percaya kepada Tuhan, tetapi juga untuk menderita untuk Dia" (Flp 1:29). Ada baiknya kita mengingat hal ini.
Kapal
Serikat telah terombang-ambing oleh ombak dan tidak ada
yang mengejutkan dalam hal ini. Bahkan
perahu Santo Petrus dapat
terhempas
berkenaan hari ini. Malam dan
kuasa kegelapan selalu dekat. Mendayung
melelahkan. Para Jesuit harus "berani dan menjadi pedayung yang ulung" (Pius VII,
Sollecitudo omnium ecclesiarum): maka
mendayunglah! Mendayunglah, jadilah kuat, bahkan
bersama angin sakal! Kita mendayung dalam pelayanan Gereja. Kita mendayung bersama-sama! Tetapi seraya kita mendayung
- kita semua
mendayung, bahkan Paus
mendayung
dalam perahu Santo Petrus -
kita harus banyak berdoa, "Tuhan,
selamatkanlah kami! Tuhan, selamatkanlah umat-Mu". Tuhan, bahkan jika kita adalah
orang-orang yang kurang percaya, akan
menyelamatkan kita. Marilah kita berharap kepada Tuhan! Marilah kita selalu berharap kepada Tuhan!
Serikat, yang
dipulihkan oleh pendahulu saya Pius
VII, terdiri dari laki-laki, yang berani
dan rendah hati dalam kesaksian
mereka akan harapan, kasih dan kreativitas
apostolik, yakni Roh Kudus. Paus
Pius VII
yang
menulis tentang keinginan memulihkan Serikat "mendukung
dirinya dengan cara yang memadai untuk
kebutuhan-kebutuhan rohani dunia
Kristiani, tanpa
perbedaan orang-orang dan bangsa-bangsa" (Sollecitudo omnium ecclesiarum). Untuk ini, ia memberi izin kepada para Yesuit, yang masih ada di
sana-sini, berkat seorang raja Lutheran dan seorang raja Ortodoks, "tetap
bersatu dalam satu tubuh." Sehingga Serikat dapat tetap bersatu dalam satu tubuh!
Dan Serikat segera bersifat misioner dan menjadikan dirinya tersedia bagi Takhta Apostolik,
melakukan dengan murah hati "di bawah panji salib bagi Tuhan dan
Wakil-Nya di bumi" (Formula Institut, 1). Serikat
merangkum kegiatannya dalam pewartaan dan pengajaran
apostolik, pelayanan rohani, penelitian ilmiah dan tindakan sosial, perutusan dan kepedulian bagi orang miskin, menderita
dan terpinggirkan.
Hari ini, Serikat juga berkaitan dengan masalah tragis para pengungsi dan orang-orang terlantar dengan kecerdasan dan ketekunan; dan berusaha
dengan pemahaman untuk memadukan pelayanan bagi iman dan penggalakkan keadilan sesuai dengan Injil. Saya
menegaskan hari ini apa
yang dikatakan Paus Paulus VI
kepada kita pada Kongregasi Umum
kita yang ke-32 dan yang saya dengar
dengan telinga saya sendiri: "Di mana pun dalam Gereja, bahkan
dalam situasi-situasi yang paling sulit dan ekstrim, di persimpangan-persimpangan ideologi, di parit-parit perlindungan sosial, di mana telah ada dan
ada pertentangan antara keinginan-keinginan
manusia yang terdalam dan pesan abadi
Injil, di sana Anda telah menjadi dan menjadi para Yesuit".
Pada tahun
1814, pada masa pemulihan, para Yesuit memiliki
kawanan kecil, sebuah “Serikat kecil", tetapi yang
tahu bagaimana berinvestasi,
setelah ujian salib, dalam perutusan besar membawa terang Injil ke ujung-ujung bumi. Ini
adalah bagaimana kita harus
merasakan hari ini karena itu:
keluar
perbatasan, dalam perutusan. Jatidiri Yesuit yaitu seorang manusia yang mengasihi
Allah serta mengasihi dan melayani saudara-saudaranya,
menunjukkan dengan teladan bukan hanya di dalam apa yang
ia percayai, tetapi juga di
dalamnya apa yang ia harapkan, dan Siapa yang kepada-Nya ia telah menaruh kepercayaannya (bdk. 2 Tim 1:12). Yesuit ingin menjadi seorang
rekan Yesus, orang yang memiliki perasaan-perasaan
yang sama
dengan Yesus.
Bulla Paus
Pius VII
yang memulihkan Serikat ditandatangani pada tanggal 7 Agustus 1814, di Basilika Santa Maria Utama, di mana bapa suci kita Santo
Ignatius merayakan Misa perdananya pada
malam Natal tahun 1538. Maria, Bunda
kita, Bunda Serikat, akan tersentuh
oleh upaya-upaya kita berada pada pelayanan Putranya.
Semoga ia mengawasi
kita dan melindungi kita selalu.